Menuju
kedamaian abadi
Telah
sering terucap bahwa dalam pembukaan Undang-undang terdapat pengertian bahwa
harapan dan tujuan kita adalah kita dan semua negara di dunia menuju kedamaian
abadi. Sungguh itu merupakan kalimat yang luar biasa, namun dengan jujur saya
menuliskan ‘saya benci kalimat itu. Saya membencinya seperti suatu noda hitam
besar yang mengubah komposisi warna pada sebuah lukisan dan membuatnya tidak
dapat dinikmati dengan sebagaimana mestinya. Saya menilai kalimat itu menjadi
‘bahwa negeri ini membawa dirinya dan bangsa lain di seluruh dunia ke dalam
kematian.
Saya
selalu bicara tak ada kedamaian abadi di dunia ini, semua kenyamanan dan
ketidak-nyamanan lahir dari perbedaan takaran ‘bisa diterima dan tidak bisa
diterima. Contoh singkatnya didalam keluarga
terindah pasti ada atau minimal satu hal buruk didalamnya. Ketidak-seimbangan
menciptakan keseimbangan, kesalahan menciptakan kebenaran, dan kekacauan
menciptakan kedamaian karena di dunia ini ketidak-sempurnaan adalah kesempurnaan
dan kesempurnaan yang kita selalu gambarkan juga kita harapkan hanya bisa
dirasakan di alam baka nanti setelah semuanya tiada ‘mukin itu yang disebut
surga. Begitu pula keabadian, tak ada yang abadi, tak pernah ada yang bertahan
selamanya kecuali Sang Pencipta.
Kalimat
kedamaian abadi mukin hanyalah ungkapan sastra hiperbola yang mengambarkan
niatan baik bangsa ini pada semuanya, namun hal tersebut akan selalu menjadi mengelitik
tawa saya karena dalam teks yang seharusnya penting untuk tujuan bangsa ini
yang semestinya mengambarkan pemahaman yang baik ‘tapi terbalik menurut logika.
By, Garoeda P. S